Telaga Sastra QHI

menemukan yang tiada .aku ada dalam ketiadaan (Qur'anul Hidayat Idris)

Selamat datang di blog Qur'anul HIdayat Idris, silahkan nikmati apa yang ada

M A L A M -vi-


berapa harga sebakul kerinduan yang tak sempat kutawar padamu
apakah semata penjemputan epilog tahunan?
dipinggiran semak
kita menahan rasa sakit, bukan
debu-debu dari pinggiran kota
beterbangan sampai desa
mati sesuatu yang perlahan
sebab rindu yang menggantung diujung jemari
telah diatasnamakan kerinduan yang lain
kita keburu mati
sebelum sempat mengumpat
memaki angka diatas lemari

lampu kota menyala
kita pun sibuk mengaca
membawa berkas kucel yang tak pernah dibaca
apalagi diterima
lalu berharap tanah lapang
disana sebuah sumur berisi doa
tumpah
hanya itu yang kita bisa

lalu, kemana sebakul kerinduan?
pulang ah pulang
sebelum malam datang kita telah patah
menjadi sesaji makan para penolakan
kita tertipu oleh angka
yang menjadi pisau petaka



Semarang, 27 Februari 2011
Qur'anul Hidayat Idris

M A L A M -v-


menjelahi rongga aksara
membaca rintik di jalanan macet
menuntun hinggapnya lebah
menunjuk gelap dalam terang
membawa tas-tas berisi dokumen kegelapan
melempar amuk dalam tungku perapian
memuai
               memuai
                                menua

malam telah berlalu
disaku yang basah tak kau temukan lagi rembulan
kita terjaga dari mimpi dan menemukan kenyataan
hidup kembali koreng
terhantuk pagar-pagar kepentingan
menua
               menua

Semarang, 27 Februari 2011
Qur'anul Hidayat Idris

sumber gambar: google

M A L A M -iv-


embun bertaburan mencari dahan
angin mencampakkannya ke lautan
menjadi laut bagian dari laut
asin tubuhnya
menelimpuh meminta arah
embun tersedak
ia bukanlah punai atau kenari
bisa mereka langit
meminta malam berarak mengejar
ia hanyalah tetesan
airmata langit
dan malam telah mencampakkannya
membuangnya tanpa arah
oh, ia tak bisa berenang
tersebab tenggiri dan todak telah beristana
dan membangun pusara
ia tergugu
malu

embun mati perlahan
menjadi fosil malam
dikonstruksi perlahan
anak lautan

embun tak sempat menuju dahan



Semarang, 27 Februari 2011
Qur'anul Hidayat Idris 

M A L A M -iii-


bocah itu mengigau tentang bulan menggantung dikantung celananya
penggganti permen yang jatuh ke longkang tadi pagi
ia terjerit
memekik sebakul galau
padahal kini bulan belum sepenuh sembuh
koreng dimakan usia
ah, ia terus mengigau
sampai terdengar mantra ganjil
mulut kecil itu menasbih ratap
tak berbaju dipinggiran jalan

"lam alif lam mim"

mulut kecil itu mengucap ratap
kepada tuhan yang belum ia kenali

"lam mim"

ia mendapati bulan menggantung di sakunya
bertangkai
serupa permen yang tak sempat ia nikmati manisnya



Semarang, 26 Februari 2011
Qur'anul Hidayat Idris

M A L A M -ii-









kereta pun berangkat
menjemput malam di gerbong-gerbong
tak ada lagi senja
langit telah luka
laut menangisi diri
tertimbun lumpur perih
kemana kita mencari patut
telah pula menjadi permainan catur di meja adidaya

"tak usah kita bersedih
mari kita adakan pesta
atas nama kematian malam"

gerbong membawa kereta melaju 
menuju bulan-bulan baru
yang tampak lebam di buku cerita masa lalu
anak-anak kita hanya menggambar wajahnya sendiri
lalu diinjak
kaki-kaki kehidupan

menyerah?
menyerah

"mari kita belajar menuntun kereta, nak
menuju bulan-bulan baru itu"


Semarang, 26 Februari 2011
Qur'anul Hidayat Idris 

M A L A M -i-


aku menengadah
sebutir cahaya dari kacamatamu jatuh ke lantai
berlari menuju kepak-kepak jendela
-kaca ditubuhmu
menjadi kata

lalu aku berkaca
menjadi malam

aku menanam binasa di tubuhku
di puncak jendela
aku melompat
mengejar tubuh dalam rahim cahayamu

lalu aku berkaca
yang kulihat hanya malam

sebutir cahaya kembali ke kacamatamu
:diam


Semarang, 26 Februari 2011
Qur'anul Hidayat Idris

Pasir di Dasimu, Tuan

(i)
sini kulap
tangkai bisu yang kau idamkan
atau kau lupa carut marut di kota-kota, pasar, pinggiran jalan dan tepian sungai
mencaci pelacur
barusan kau tiduri
Tuan, apa lagi yang kau inginkan
aku punya badan
mau kau telan?

(ii)
sajak basi di kakimu
hikayat menipu
gurindam beku

apa yang kami punya selain kata
Oo, kau juga ingin kata-kata kami?
menulisnya dalam buku-buku
mengatasnamakan Tuhannya dirimu sendiri

kami lupa aksara
tersebab kau curi, Tuan!

(ii)
sini kulap
pasir di dasimu
nanti kau terlihat kumuh
kan kami bangga punya seorang pemimpin borju
ah, itu ada sebutir lagi
:di lidahmu tuan
ludah saja aku
pasti itu akan masuk berita di koran
sebab kau cukup terkenal, Tuan

(ii)
sudah bersih.
Tuan
silahkan kembali ke mobil.




Semarang, 26 Februari 2011
Qur'anul Hidayat Idris

(fragmen) Menanti Matahari


Menanti Matahari : Fragmen 1

Di danau jemarimu
Matahari selalu hinggap
Menawarkan kilas pantulan
Air sejernih mata
Melabuh ditaman hatiku
Itulah yang kulihat
Tapi tak kumengerti
Kau mengapit selendang kuat
Sela telunjuk dan manis
Berkait paut dalam jerit tubuh

Danau itu saban mendawaikan aku
Padamu
Hanya kunantikan
kau mainkan beberapa gelombang
lalu memutih langit keruh
memercik rindu di bajuku

di danau jemarimu
aku tak sempat singgah
atau mengganggu beningnya
biarlah matahari
menjadi pengindah lakumu


Tameran, 210810
07.06
Qur’anul Hidayat



Menanti Matahari : Fragmen 2

Kita alami masa pancaroba


Musim yang terlambat mengambil kereta
Angin memukim di ceruk dahaga
Lalu panas berpayung dekat kepala

Kita alami masa pancaroba
Anak kecil yang hilang kebocahannya
Lalu kehidupan glamor dimana-mana
Mewarisi paham kemewahan
Ironisme pahit semata tontonan

Kita alami masa pancaroba
Kesenangan bukan lagi jalan
Tapi kerap merupa buntu
Manusia duniawi menjadi Tuhan
Lalu terserang sakit kepala batu

Ingin kurupa dunia di danau jemarimu
Saat hujan mendatangi payau
Gelombang mengantar tikar
Bersama membias sukar

Kita menanti matahari
Yang tegak berdiri
Bukan karena angkuh meniduri hati
Tapi ketepatan hakiki
Dalam menjumpai esok pagi




Tameran, 210810
07.25
Qur’anul Hidayat Idris



Menanti Matahari : Fragmen 3

Di sudut tercelah
Sekam menilam tikam
hati pemimpi yang hilang jeruji
Terpajang wajahwajah tunduk
Hampir mati

Bayibayi lahir
mengecambah
Dari rahim keangkuhan
Sekedar membebat berita kopi pagi
Berakhir pembuangan
Dari talam bumi

Kita pandai memberi harapan
Namun tak belajar cara membagi jalan



Tameran, 220810
02.24 dh
Qur’anul Hidayat Idris
Your pictures and fotos in a slideshow on MySpace, eBay, Facebook or your website!view all pictures of this slideshow