berapa harga sebakul kerinduan yang tak sempat kutawar padamu
apakah semata penjemputan epilog tahunan?
dipinggiran semak
kita menahan rasa sakit, bukan
debu-debu dari pinggiran kota
beterbangan sampai desa
mati sesuatu yang perlahan
sebab rindu yang menggantung diujung jemari
telah diatasnamakan kerinduan yang lain
kita keburu mati
sebelum sempat mengumpat
memaki angka diatas lemari
lampu kota menyala
kita pun sibuk mengaca
membawa berkas kucel yang tak pernah dibaca
apalagi diterima
lalu berharap tanah lapang
disana sebuah sumur berisi doa
tumpah
hanya itu yang kita bisa
lalu, kemana sebakul kerinduan?
pulang ah pulang
sebelum malam datang kita telah patah
menjadi sesaji makan para penolakan
kita tertipu oleh angka
yang menjadi pisau petaka
Semarang, 27 Februari 2011
Qur'anul Hidayat Idris
0 komentar:
Posting Komentar