mari kujerat warna dalam sayapmu
hitam di tiap kau mendelik
beterbangan mencari sepasar manis kehidupan
kita tak bersua dalam waktu lama
aku meriuh hinggap pada akar perindu
kembali dengan sepasang luka
di mataku kau tetaplah warna
hitam yang merah yang biru yang hijau
kuning
sayapmu tetap angin dari sauh penantian
melambaiku dari jauh
kita tak bertemu dalam waktu lama
kusimpan di langit-langit kamar
kita yang berada di puncak kenaifan
cinta itu buta kata orang
namun bukankah hatiku lebih terang?
melihatmu walau tak terlihat
merasaimu walau tak terasa
menjagamu walau tak terjaga
kujerat warna dalam kaca
kumasukkan dalam sangkar
ia memanggilku padamu
yang terbang meninggali padam
hitammu yang bening
menatap mataku yang semakin tak bermata
apa masih cinta itu buta.
atau aku yang membuta?
Semarang, 07 Maret 2011
Qur'anul Hidayat Idris